Oleh: Asnandar Abubakar – Analis Kebijakan BLAM
Pemenuhan dan pemerataan pendidikan bagi masyarakat merupakan kewajiban negara bukan saja di negara kita tercinta tapi juga negara-negara lainnya di dunia. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara yang dilegitimasi melalui amanat UUD 1945 Negara Repulik Indonesia dan secara global UNESCO sudah mendengungkan pentingnya pemenuhan pendidikan bagi semua orang(EFA/Education for All).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa pendidikan merupakan hak seluruh warga yang diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta berkeadilan tanpa memandang perbedaan etnis, agama, budaya, ras, ataupun kondisi fisik. Negara bertanggungjawab memenuhi pendidikan warga dengan dasar egalitarisme tanpa ada polarisasi kepentingan. Pendidikan untuk warga harus komprehensif menuju insan yang bertakwa, berakhlak mulia, mandiri, inovatif, dan bernalar kritas.
Pendidikan agama merupakan salah satu akses poin dalam membentuk insan yang bertakwa, berakhlak mulia dan memiliki moral sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial. Pemerintah memberi penguatan terhadap kebijakan pendidikan agama melalui regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Poin dalam regulasi ini disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (pendidikan formal dan program pendidikan kesetaraan) wajib menyelenggarakan pendidikan agama sekurang-kurangnya diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran.
Pendidikan agama dewasa ini atau era society 5.0 tidak hanya didapatkan secara formal di lembaga pendidikan, tetapi dapat juga diakses melalui media online (media digital). Era society 5.0 merupakan era virtual yang menghubungkan berbagai koneksi human, mesin, dan data (pengembangan era revolosi industry 4.0). Era ini juga merupakan era digitalisasi yang hampir semua orang menggunakan media sosial dalam berinteraksi. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), masyarakat dengan mudah mengakses media-media online.
Tentu fenomona ini memiliki kondisi yang perlu menjadi perhatian. Akses tak terbatas yang dimiliki oleh masyarakat akan dengan mudah memperoleh informasi dari berbagai sumber. Nah, sebagian dari informasi itu ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan norma-norma agama. Olehnya, pendidikan agama di era ini (era society 5.0) lebih diarahkan ke pendidikan karakter, moral, dan keteladanan(http://www.smkpgri1kotabogor.sch.id/Sukahar Ahmad Syafi’i https://retizen.republika.co.id/).
Pendidikan karakter harus dilakukan dengan pembiasaan dan percontohan dari lingkungan sekitar tentang sikap dan tindakan yang sesuai norma-norma agama dan budaya. Keteladanan dari pemimpin, panutan, dan tokoh-tokoh masyarakat harus terus menerus disampaikan dan disosialisasikan. Dan media dengan segala perangkat teknologi menjadi platform yang dapat digunakan untuk mendapatkan pendidikan tersebut.
Proses pembelajaran mengedepankan keteladanan, pembiasaan akhlak mulia, serta pengalaman pembelajaran agama sudah mendapat perhatian serius dari pemerintah melalui regulasi Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2016. Arah pendidikan agama harus diberikan secara kontekstual sesuai dengan kebutuhan penguatan moral dan akhlak. Dan pendidikan agama menjadi pondasi yang kuat dalam membangun karakter dan moral masyarakat. Jangan sampai karakter yang terbangun tidak sesuai dengan budaya dan norma sosial masyarakat. Kekahawatiran akulturasi budaya dari luar yang dapat mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan norma budaya kita dapat diredam.
Pendidikan karakter, keteladanan, dan moral jauh sebelumnya telah disampaikan oleh para ilmuwan terdahulu. Emile Durkheim sudah memfokuskan pendidikan melalui pendidikan moral yang rasional, masyarakat merupakan fokus dan tujuan dari semua tindakan-tindakan moral. Pendidikan moral merupakan tanggungjawab pendidik (selain orang tua dan masyarakat). Syarat pendidik moral menurut Émile Durkheim adalah sebagai profesinalisme dan seorang guru dituntut memiliki kompetensi yang tinggi karena seorang guru akan menjadi idola dalam manyarakat yang patut dicontoh.
Al Gazali, salah seorang ilmuwan Islam, berpendapat bahwa pendidikan moral sesuatu yang sangat penting. Dengan pendidikan moral,akan mengantar pada menuju jiwa yang bersih. Begitu pula dengan yang disampaikan Paulo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (Pendidikan Kaum Tertindas) menjelaskan bahwa tujuan pendidikanadalah membentuk seseorang menjadi aktor sosial yang mampu membebaskan dirinya dan membebaskan orang lain secara bersama-sama dari segala bentuk penindasan, memiliki kesadaran kritis (masyarakat).
Arah Pendidikan Agama
- Menuju masyarkat yang harmoni. Pendidikan agama menuntut relasi sosial yang beradab dan beretika. Masyarakat mampu menempatkan diri dalam bersosialisasi sesuai dengan koridor-koridor agama dan budaya.
- Bahwa pesan-pesan keagamaan yang intoleran melalui media sosial membawa pengaruh di kalangan siswa. Pendidikan agama akan memfilter informasi-informasi yang tidak sesuai dengan tradisi dan budaya kita.
- Dukungan tokoh masyarakat terhadap upaya pengembangan pembelajaran moderasi beragama di lembaga pendidikan formal, perlu mendapat perhatian. Pendidikan agama harus disosialisasikan dan digalakkan melalui tokoh masyarakat.
- Moderasi beragama memberikan pemahaman agama yang seimbang dan adil sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan memperhatikan nilai sosial kemasyarakatan, akhlak, moral, dan budi pekerti. Pendidikan agama harus mengakomodasi moderasi beragama.
- Inovasi pembelajaran yang berbasis moderasi beragama merupakan salah satu upaya untuk menghindari paham keagamaan radikal yang tanpa disadari didapatkan oleh peserta didik.
- Pemanfaatan teknologi yang aplikatif sesuai dengan arah dan tujuan bernegara
- Penguatan moderasi beragama yang ADIL (adil secara rekognisi, adil secara representative, dan adil secara distributif), BERIMBANG, dan MENERIMA
Arah Penguatan Pendidikan Agama
- Penguatan nilai-nilai agama merupakan tanggungjawab bersama dalam hal ini adalah pemerintah, pendidik, masyarakat, dan orang tua
- Kompetenai guru agama, selain kompetensi secara umum yang dimiliki: pedagogik, kepribadian, social, profesional, dan kepemimpinan, juga harus didukung dengan koneksi, komunikasi, kolaborasi (3K). 3K ini merupakan aspek pendukung dalam membangun jaringan ke stakeholder.
- Kepemimpinan LEAP, kerangka kerja yang dikembangkan untuk membantu orang mencapai potensi pribadi dan profesional mereka. LEAP—yang merupakan singkatan dari Efektivitas dan Potensi Kepemimpinan—terdiri dari empat bagian, penguasaan pribadi, penguasaan interpersonal, penguasaan organisasi, dan penguasaan motivasi.
- Perhatian ke peserta didik. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam perkembangan era society 5.0 yaitu untuk memajukan kualitas SDM. Karena itu diperlukan pendidikan mengenai kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration). bpkpenabur.or.id
- Di Society 5.0 yang akan dihadapi, tidak hanya dibutuhkan literasi dasar namun juga memiliki kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis, bernalar, kreatif, komunikatif, kolaboratif, dan memiliki kemampuan problem solving.
Dukungan komunitas sekolah:
Dalam mendukung pendidikan agama di era society 5.0, komunitas sekolah harus memiliki dan membangun:
- SOFT SKILL, pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya.
- HARD SKILL, pengetahuan dan keterampilan khusus sesuai kebutuhan kerja.
- LITERASI DIGITAL, pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum.
- LITERASI BUDAYA, pengetahuan dan kecakapan untuk menjaga dan melestarikan budaya, nilai-nilai local, dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa.
- LITERASI SOSIAL, pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.