
Oleh: Usman – Dosen Sejarah Institut Agama Islam Negeri Parepare
Empat tahun lalu, dalam benak fikiran masih terkenang akan satu kejadian atau fenomena alam berupa gempa, tsunami, dan likuifaksi. Kejadian itu mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah pada Jumat, 28 September 2018. Dari tragedi yang besar itu, banyak kerugian yang dialami bahkan ribuan masyarakat jadi korban. Bahkan tidak sedikit yang meninggal. Dalam empat tahun ini, Kota Palu kembali bangkit meskipun masih banyak sisa puing yang berserakan pada lokasi kejadian. Kini, masyarakat kembali beraktifitas secara normal dan menjalani kehidupan secara baik.
Kenapa tulisan tentang kota Palu ini muncul? Karena pihak Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar melaksanakan Coaching Clinic Jurnal Pusaka dan Educandum pada tanggal 19-22 Oktober 2022 tepatnya di Hotel Swiss Bell, Palu. Sebagai salah satu peserta dalam kegiatan ini, saya merasa bersyukur dan bahagia karena tulisan jurnal diterima serta mendapatkan kesempatan Coaching Clinic Jurnal secara langsung. Selain itu, pengalaman baru adalah pertama kali ke Sulawesi Tengah khususnya di Kota Palu. Pada hari Rabu, 19 Oktober 2022 baik pihak BLAM maupun peserta terbang dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Bandara Udara Mutiara SIS Al Jufri, Palu.
Setelah sampai di Bandara Udara Mutiara SIS Al Jufri Palu, saya bertemu dengan sahabat baru dari UIN Alauddin Makassar dan UNHAS. Kami menuju hotel dengan menumpangi mobil yang telah disiapkan oleh pihak BLAM. Di mobil itu kami berkenalan dan berbincang-bincang tentang pengalaman yang lain. Lalu Pak Sopir pun menyapa, “Bapak-bapak ini dari mana dan baru ke kota Palu ya?” Kami mengiyakan. Nah, dari situ muncul percakapan tentang kota Palu. Apa yang menjadi ciri khasnya baik dari makanan maupun yang lain serta cerita kejadian empat tahun yang lalu itu. Karena Pak Sopir mendengar kami semua yang menjadi penumpangnya baru datang ke Kota Palu, maka Pak Sopir mengambil arah yang tidak langsung ke Hotel, akan tetapi mengambil arah untuk melihat kota Palu dan lokasi kejadian empat tahun silam.
Di sepanjang perjalanan bercerita dengan Pak Sopir, tiba-tiba menunjukkan lokasi langsung kejadian itu yang berupa pinggiran teluk laut itu. Dari beberapa bangunan yang pernah ada, hanya patung kuda ini yang tetap utuh bangunannya. Saya takjub sambil berdoa dalam hati untuk para korban yang tertimpa musibah. Kenapa tidak, setelah melihat dulu beritanya dan sekarang dapat melihat langsung lokasi kejadian yang kini penuh sejarah bagi masyarakat kota Palu. Menelusuri perjalanan sambil mendengar cerita Pak Sopir, serta melihat puing-puing sisa bangunan yang ada, hingga kendaraan yang kami tumpangi sampai juga di Hotel Swiss Bell Palu dan beristirahat sampai besoknya.
Kamis, 20 Oktober 2022 kegiatan Coaching Clinic Jurnal pun dimulai yang dibuka langsung oleh Kakanwil Kemenag Sulawesi Tengah. Setelah pembukaan kegiatan, materi atau arahan langsung disampaikan oleh Kepala BLAM. Dalam penyampaiannya, Beliau berpesan bahwa setelah kegiatan usai, semua peserta diberikan kesempatan untuk melihat kota Palu untuk mendapatkan pengalaman.
Selama dua hari berlangsung, semua peserta diberi waktu dulu untuk coaching dari mentor yang telah ditunjuk. Dua haripun hampir berlalu dan setelah penutupan, karena tepatnya hari Jumat, saya bergegas ke masjid yang lumayan jauh dari hotel. Setelah melaksanakan salat Jumat, saya melihat secara nyata bukti sisa kejadian di masjid itu yaitu menara masjid yang telah miring karena kejadian yang telah berlalu. Ini adalah bukti bahwa betapa dahsyat kejadian itu dan kebesaran Allah yang masih mengokohkan bangunan masjid dan menaranya meskipun sudah kelihatan miring.
Sore hari setelah beristirahat siang, saya dan tiga orang lainnya melanjutkan perjalanan yaitu melihat kain khas Kota Palu. Di tempat penjual kain, kami disuguhkan berbagai macam bentuk dan model dari kain itu. Beberapa lembaran kain pun terbeli dan sebelum pulang ke hotel, tidak luput dari dokumentasi berupa foto dengan ibu penjual yang begitu ramah dan melayani pembelinya.
Setelah menunaikan Isya, kami diajak berziarah di makam salah satu ulama/ habib yang datang di kota Palu yaitu Al-Habib Al Alaamah Idrus bin Salim Al-Jufri. Beliau pendiri Perguruan Islam Al Khairaat Palu, Sulawesi Tengah yang juga merupakan tokoh pejuang dengan panggilan akrab “Guru Tua” yang sangat mencintai ilmu.
Untuk mengenang jasa beliau, yang dikenal sebagai tokoh pendidikan, maka Bandar udara terbesar di Sulawesi Tengah yang awalnya bernama Bandara Mutiara, menjadi Bandar Udara Mutiara SIS Al Jufri. Pergantian nama ini sesuai Surat Keputusan Menteri Perhubungan No KP 178 Tahun 2014 yang ditandatangani Menteri Perhubungan EE Mangindaan pada tanggal 28 Februari 2014. (sumber buku ziarah sejarah; mereka yang dilupakan).
Setelah berziarah di makam Al-Habib Al Alaamah Idrus bin Salim Al-Jufri, saya dan rombongan kembali ke Hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan barang untuk pulang ke Makassar esoknya.
Inilah beberapa pengalaman selama di kota Palu dan terima kasih kepada pihak BLAM telah memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Coaching Clinic Jurnal Pusaka Volume 10 Edisi 2 Tahun 2022.