
Foto @googlemaps – Nurhayati Caniago
Oleh: Sari Damayanti – Analis Kebijakan BLA Makassar
Gemerlapan lampu sejauh mata memandang menjadi salah satu hal yang didapatkan ketika kita berada di Bukit Doda. “Doda”, salah satu kata yang saat ini viral, bukan makanan bukan pula minuman melainkan Doda merupakan salah satu tempat di Kota Palu yang kini ramai dikunjungi bahkan menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung ke kota Palu. Bagi kami, yang baru pertama kali ke Palu, nama Doda ini menjadi sesuatu yang asing, karena satu hal yang pertama kali terbersit ketika akan berkunjung ke Palu adalah Kota Sejarah karena 4 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 28 September 2018, kota ini diguncang bencana alam yang beruntun dalam satu kurun waktu yang sama, yah Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi.
Kita tinggalkan sejenak cerita dari Bukit Doda, ini akan menjadi bumbu akhir dari cerita kita selama berada di Palu pada kesempatan pertama ini. Mendapatkan kesempatan berkunjung untuk pertama kali ke Kota Palu menjadi salah satu hal istimewa bagi kami, karena melalui Balai Litbang Agama Makassar fasilitas inipun bisa kami dapatkan. Tak pernah sekalipun, terbayangkan bahwa kami akan sampai ke Kota ini. Selama ini, hanya bisa menyaksikan sisa sisa bencana alam yang menimpa Palu melalui layar TV ataupun melalui gadget kami, namun kali ini lagi lagi karena BLA Makassar kamipun bisa mendapatkan kesempatan melihat kota Palu ini secara langsung.
Fasilitas ini tentunya bukan sembarang fasilitas, berawal dari keinginan memulai mengasah kemampuan yang pernah ada lalu hilang karena aktivitas rutinitas lain membuat challenge untuk diri saya pribadi, apakah saya bisa menyelesaikan tulisan jurnal Educandum ini dalam kurun waktu 2 (dua) minggu? Ditengah kesibukan kantor, sayapun memberanikan diri menerima tantangan ini, yah.. kenapa hal ini menjadi tantangan? Karena ini menjadi batu loncatan pertama saya untuk kembali mengasah kemampuan dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan apalagi sekelas Jurnal Educandum yang telah memiliki panggung tersendiri diantara Jurnal Pendidikan yang ada saat ini.
Alhamdulillah, tulisanpun selesai dan kuberanikan diri memasukkan tulisan itu, antara yakin dan tidak yakin akan diterima, namun harus memberanikan diri dan atas keputusan dari tim redaksi, Challenge ini terbayarkan, karena mendapatkan kabar baik bahwa tulisan kamipun akan termuat, ternyata tidak sampai disitu. Inilah fasilitas itu, seperti Bahasa marketing yang ada diluar sana buy one get one, BLAM memberikan itu pada kami menulis jurnal, tulisan diterima dan diberikan bonus pula berupa kegiatan Coaching Clinic yang akan dibimbing langsung oleh tim Mitra Bestari yang telah diakui kehebatannya lalu diluar kota pula, inilah cerita singkat mengapa kami bisa sampai di Palu.
Kegiatan utama dari coaching clinic ini adalah proses pembimbingan dari tim mitra bestari kepada seluruh peserta yang merupakan penulis Jurnal Educandum. Selain kegiatan itu, kamipun diberikan kesempatan untuk dapat melihat lihat kota Palu secara langsung. Selain melihat kota Palu dengan kondisi saat ini yang masih dalam proses berbenah Kembali, mencoba bangkit Kembali walaupun dibaluti dengan rasa trauma yang masih membekas dihati para penduduk Palu.
Kali ini, saya bertemu dengan salah satu korban bencana alam Palu, namaya Lisa, gadis 22 tahun yang berperawakan hitam manis. Bertemu dengannya membuat saya bisa merasakan 4 tahun lalu saat kejadian bencana alam ini terjadi. Lisa, memulai bercerita membawa kami para pendengarnya yang memiliki rasa ingin tahu yang besar bagaimana kisahnya apakah memang seperti yang diberitakan oleh berita saat itu? Hari itu, tepat hari ulang tahun Palu kak, kata Lisa. Dia dengan polosnya bercerita mengingat kejadian itu sambal terdiam dan memperbaiki perasaannya. Sebagian penduduk sedang sibuk mempersiapkan festival dipantai untuk merayakan hari ulang tahun Kota Palu. Begitupun dengan saya, tambahnya. Sejak pagi kebiasaan di Kota Palu ini saat hari ulangtahunya, banyak lapak lapak pedangang yag sudah berjajar di sepanjang pantai, siap menjual beragam penganan, mulai dari cemilan gorengan hingga makanan berat. Saya dan temanku pun telah janjian untuk mencari makanan di pantai.
Kejadian gempa, berawal dari siang hari kurang lebih jam 2 siang, setelah kejadian gempa pertama, masih ada beberapa kali gempa susulan. Pada sore hari situasi agak tenang, kami telah kembali beraktivitas seperti biasa, karena di Palu ini memang sering terjadi gempa Kak, sore itu menjelang maghrib saya mandi, setelah mandi saya siap siap untuk ke Pantai Talise untuk ikut acara perayaan HUT Kota Palu, nah saat itu tiba tiba terjadi goncangan yang sangat besar, saya sampai terlempar sejauh 2 meter didalam kamar kos saya, tambahnya.
Karena, goncangan yang besar saya dan teman kos langsung lari keluar kamar dan mengambil motor lalu secepatnya ke daerah gunung, proses gempa itu terus menerus kak, walaupun bentuknya seperti gempa susulan, dijalanan yang terjadi saat itu sudah tak beraturan kak semua berlari, bahkan yang memiliki mobil karena tidak bisa jalan, mobilnya disimpan saja dijalan lalu mereka keluar berlarian, kondisi saat itu sangat mencekam karena akibat gempa yang besar jalan raya seperti karpet yang digulung bergelombang besar sehingga tidak ada kendaraan yang bisa lewat. Tidak berselang lama dari gempa besar disaat maghrib itu, tsunami pun terjadi, cerita Lisa.
Gempa susulan masih terjadi, tsunami besar datang menyapu rata Pantai Talise dan sekitar teluk Palu, banyak korban saat itu seperti yang diberitakan oleh berita berita di TV itu kak. Belum selesai kejadian gempa dan tsunami, tiba tiba di daerah Balaroa, satu perumnas tertelan bumi, Bahasa geografisnya Likuifaksi. Sungguh kak, kejadian ini tidak akan terlupakan bagi kami, hingga hari ini. Setiap yang datang ke Palu, pasti mereka akan bertanya bagaimana kejadian saat itu, bahkan dampak terbesar dari kejadian ini adalah trauma yang tertinggal. Dalam sekejab begitu banyak korban, begitu banyak yang kehilangan keluarga, kamipun kehilangan teman, saudara, itu kisah kami kak, tutup Lisa sambal tertunduk mengisahkan kisahnya.
Kini Palu mulai bangkit kembali, itu yang patut kita suarakan ke luar sana. Empat tahun bukanlah waktu yang sebentar, bukan juga waktu yang lama jika kami ingin mengingat kembali kejadian itu. Namun secara ilmiah, orang Palu harus siap dengan bencana itu kembali karena Gempa palu yang sering terjadi diakibatkan karena area Palu yang berada di antara tiga area lempengan tektonik. Jelas secara ilmu Geografi terletak di area tersebut, maka akan sering mengalami pergeseran dan pergerakan tanah, utamanya Palu yang menjadi persimpangan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Saat ini, kami lebih siap menghadapi bencana itu, sambal berserah diri kepada Allah SWT, tambah salah seorang penduduk Palu yang saat itu kami temui di Hutan Kota Palu sebut saja Namanya Raihan. Raihan ini seorang driver Grab yang juga menjadi korban gempa palu itu, Bencana alam adalah takdir, kita perlu bersiap menghadapinya kapanpun itu akan terjadi, namun satu hal bahwa Palu saat ini berbenah, mau lihat Palu dari sisi lainnya? Berkunjunglah ke Bukit Doda, maka anda akan takjub bahwa ada daerah di Palu yang akan menunjukkan bahwa Palu itu indah, sangat indah. Tambah Raihan.
Doda?
Ok, mari kita buktikan itu. Malam hari, disaat semua orang sibuk dengan kesibukannya masing-masing, kamipun memberanikan diri pergi ketempat itu, kata sebagian orang susah pulangnya, karena diatas bukit dan sulit mendapatkan kendaraan pulang. Hal itu tak jadi hambatan, karena penasaran seberapa viralnya tempat itu kamipun mengunjungi bukit Doda. Jarak tempuh dari hotel tempat kami menginap ke ke Bukit Doda kurang lebih 20 sd 25 menit, daerah yang terjal dan gelap karena tidak ada lampu jalan menemani perjalanan kami. Sesampainya didepan bukit itu kami harus membayar tiket sebesar Rp.25.000 perorang lalu terbukalah gerbang Doda.
Subhanallah, benar kata Raihan, ke Kota Palu tak lengkap rasanya tanpa mengunjungi bukit Doda, jika bandung ada Dagonya maka Palu ada Dodanya. Berada di perbukitan yang terjal namun Doda disulap menjadi jawaban atas perbenahan kota Palu, Indah dan berkesan ketika kita berada di bukit tersebut, sejenak kita terlupakan bahwa di Kota ini pernah terjadi bencana alam besar yang menimbulkan trauma hingga hari ini. Jalan jalan ke kota Palu, jangan lupa makan Kaledo, Lanjutannya? Silahkan lanjutkan sendiri, namun ingat di Kota Palu selain ada kenangan akan bencana alam itu, namun ada bukit Doda yang wajib anda kunjungi yang akan menghilangkan kesedihan itu.