BLA MAKASSAR
Jl. AP PETTARANI NO 72A

Balaroa di Perut Bumi

Yang tersisa dari Kmapung Balaroa

Oleh: Hasnawati, S.Ag, M.Pd – Guru SMAN 4 Wajo, Anggota AGPAII Sulsel

Tragedi Palu  sudah berlalu empat tahun yang lalu tepatnya 27 Desember 2022, kedahsyatannya meluluhlantakkan kota Palu dan merobohkan kemegahan dan icon-icon kota Palu yang dikenal sangat indah dan megah, meninggalkan rasa trauma yang mendalam bagi warga yang masih tersisa dan peristiwa itu membekas dan sangat sulit menghilang di benak warga, sehingga bagi mereka terasa baru kemarin kejadiannya (menurut hasil  wawancara penulis  dengan Risma yang sedang memandu kami) mereka sangat antusias bercerita dan memberikan informasi atas kejadian tersebut.

Sewaktu kami peserta coaching clinic Jurnal Educandum berkunjung ke beberapa tempat kejadian masih terdapat banyak puing-puing bagunan  sudah tidak utuh  lagi berdiri. Walaupun sudah banyak perubahan karena sudah berlalu empat tahun, ada yang ditumbuhi rerumputan, berlumut, tertimbun tanah dan air serta ada juga yang memang sudah diperbaiki oleh warga dan pemerintah setempat karena dianggap masih layak untuk digunakan. Ada juga lokasi yang masih ditutup total karena daerah itu dianggap berbahaya. Menurut hasil wawancara penulis dengan beberapa warga beberapa bangunan dibiarkan begitu saja karena memang sudah tidak bertuan. Semua itu   yang akan menjadi saksi sejarah dalam perjalanan kehidupan manusia yang akan  mengingatkan akan tragedi itu. Bagi orang yang beriman dan berilmu akan menjadikannya sebagai pelajaran atas bukti kekuasaan Allah, apabila Allah menghendaki  sehebat dan sejaya apapun manusia itu tidak akan berarti.

Ada beberapa titik kejadian dari peristiwa tragedi Palu di antaranya, Balaroa, Sigi, Patobo dan sekitaran pantai serta masih terdapat tempat-tempat yang lain yang tidak sempat saya sebutkan. Di benak saya muncul tanda tanya, kenapa bencana yang terjadi di Palu terdapat beberapa titik   lokasi, sementara lokasi yang satu dengan yang lainya berjauhan dan  yang sangat mengherankan terkadang dalam satu lokasi ada rumah yang hancur sementara yang satunya masih berdiri kokoh, sepertinya tempat-tempat itu dipilih-pilih oleh Allah SWT untuk memberi perigatan kepada manusia.

Ternyata pemikiran saya sejalan dengan penuturan seorang warga yang ada di Balaroa, mereka menjelaskan, “Coba, Nak perhatikan rumah itu (dia menunjuk sebuah rumah berwarnah kuning  berlantai tiga) berdiri dengan kokoh tidak mengalami kerusakan sedikit pun, sementara rumah di sekitarnya hancur-hancuran.”

Satu tempat yang sempat saya kunjungi yaitu Balaroa. Masyaallah Subhanallah Ya Allah engkau betul-betul menunjukkan kuasamu. Daerah yang dulunya ramai, padat aktivitas penduduk  baik siang, malam maupun subuh hari sekarang rata dengan tanah dan terlihat menyeramkan, tidak ada lagi gemerlap lampu-lampu yang ada hanya kedap-kedip cahaya kunang-kunang, tidak ada lagi suara-suara musik, yang ada hanya suara hewan-hewan kecil seperti jangkrik dan semacamnya, kini terlihat hanya hamparan padang ilalang dan berbagai rumput liar.

Di manakah rumah-rumah megah itu? Ke mana penghuninya? Kenapa mereka menghentikan aktivitasnya? Siapa yang kuasa menghentikannya? Ternyata tanah yang luas terhampar padang ilalang di bawahnya tertelan rumah-rumah warga dan menghentikan segala aktivitasnya yang gemerlap. Balaroa ternyata sudah ada di perut bumi. Ditenggelamkan oleh kekuasaan Allah SWT.

Balaroa, saksi sejarah yang menunjukkan betapa kuasanya Allah bagi orang yang berfikir dan beriman. Kejayaan gemerlap kehidupan manusia di Balaroa dalam sekejap terhenti dan menjadi kuburan massal  bagi mereka beserta segala harta-hartanya. Atas kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran bagi umat manusia yang masih berjalan di muka bumi agar menjalani aktivitas kehidupan sesuai aturan yang diajarkan rasulnya. Sebagaimana dijelaskan Allah SWT di dalam al-Qur’an, “….maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikan  akibat orang-orang yang mundustakan (rasu-rasul).

Kami semua terdiam tidak bisa berkata apa-apa di saat pemamdu  kami mengatakan bahwa di bawah rumput-rumput liar itu sebenarnya adalah air di bawahnya lagi ada rumah-rumah warga yang bersusun-susun kebawah beserta penghuninya masuk sampai sepuluh meter ke bawah.  Setelah pemandu kami berhenti bercerita serentak kami beristighfat dan bertakbir. Kami yang hanya mendengarkan cerita-cerita kejadian dari orang yang menyaksikan langsung peristiwa Balaroa, seketika tubuh kami menggigil dan ingin segera meninggalkan tempat itu secepatnya, bagaimana dengan warga yang mengalami peristiwa itu tapi masih sempat diselamatkan oleh Allag SWT.

Balaroa telah Allah tenggelamkan di perut bumi sekitar sepuluh meter ke bawah  dan tertimbun tanah yang sudah ditumbuhi berbagai macam rumput liar, di dalamnya tertimbun ratusan rumah-rumah warga dan penghuninya. Mereka tak mampu menyelamatkan dirinya, keluarganya dan hartanya.

Menurut Risma, salah seorang alumi SMAN 4 Wajo yang melanjutkan pendidikannya di Universitas Tadulako, kalaupun ada warga yang selamat mereka mengalami trauma yang sangat mendalam dan mengalami gangguan kejiwaan.

Setelah matahari mulai gelap di sekitaran Balaroa kami beserta rombongan beranjak ke tempat kejadian yang lain namun sebelumnya menyempatkan diri mendoakan saudara-saudara kita yang tertelan di perut bumi Balaroa. Semoga mereka diampuni dosa-dosanya dan diterima disisi Allah SWT.

Perjalanan sore itu kami lanjutkan ke tempat-tempat kejadian peristiwa tragedi Palu yang lain namun tak henti-hentinya kami saling berargumen dan berdiskusi menanggapi cerita  pemandu kami dengan penuh tanda tanya, ada apa dengan Balaroa? Kenapa Allah memberi teguran yang begitu dahsyat sampai menenggelamkannya ke dalam perut bumi sampai sekitaran  sepuluh meter sementara bangunan di sekitarnya dan rumah-rumah penduduk di sekelilingnya masih berdiri dengan sempurna. Aktifitas warga di sekitarnya juga masih berputar dengan sempurna seperti biasanya. Apakah ini murni bencana alam? Apakah tekstur alam di bawah bumi Balaroa memang tidak layak untuk dihuni? Kalau memang iya, mengapa pemerintah setempat tidak memberikan perigatan dan larangan kepada warga untuk bermukin di sana?

Besok harinya, Sabtu, 22 Oktober 2022, tepat pukul 08.00 WITA, kami peserta coaching clinic jurnal Educandum dan jurnal Pusaka bergegas ke bandara. Di perjalanan kami mendapat lagi kesempatan bincang-bincang dengan Pak Sopir yang mengantar kami ke bandara tentang peristiwa Balaroa. Kami menceritakan kepada beliau tentang pengalaman-pengalaman yang kami dapatkan dari proses perjalanan kami di Balaroa. Tak henti-hentinya kami bertanya  dan berargumen secara bergantian tentang Balaroa mengenai aktifitas-aktifitas dan kebiasaan-kebiasaan serta rutinitas warga Balaroa sebelum terjadi  bencana. Pada akhirnya  dari penjelasan Pak Sopir yang mengantar kami ke bandara, terjawablah sudah pertayaan-pertayaan yang berkecamuk di pikiran kami setelah mengunjungi daerah Balaroa.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Keagamaan Makassar beserta tim redaksi dan seluruh panitia coaching clinic jurnal Educandum dan Jurnal Pusaka yang memberika kesempatan, fasilitas, serta pelayana kepada kami sehingga kami dapat menyaksikan langsung sisa-sisa peristiwa tragedi Palu 2018 dan berkomunikasi secara langsung dengan warga setempat.

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *